Kisah Kaum Hud A.S dan Kaum Aad ayang Dihukum Bala Bencana Memgerikan

BLogTips
0
Kisah Nabi Hud a.s. dan Kaum ‘Aad

Nama penuh baginda ialah Hud bin Syalakh bin Arfakhsyad bin Sam bin Nuh a.s. Dan ada juga yang menyebut nama baginda dengan Hud bin ‘Abdullah bin Rabbah bin Al-Jarud bin ‘Aad bin Aus bin Irm bin Sam bin Nuh. Seperti demikianlah yang disebutkan oleh Imam Ibnu Jarir dalam Kitab Tarikh At-Thabari.


Kaum ‘Aad merupakan bangsa Arab yang menempati kawasan Al-Ahqaf yaitu bukit-bukit pasir. Tempat itu terletak di Yaman dari Amman dan Hadhramaut di sebuah tempat yang dekat dengan laut yang disebut juga Asy-Syahr. Nama lembahnya adalah Mughits dan kaum ‘Aad lebih banyak tinggal di perkemahan yang memiliki tiang-tiang yang besar dan tinggi sebagaimana firman Allah Ta’ala :

أَلَمْ تَرَ كَيْفَ فَعَلَ رَبُّكَ بِعَادٍ إِرَمَ ذَاتِ الْعِمَادِ

Artinya : “Apakah kamu tidak memperhatikan bagaimana Tuhan-mu berbuat terhadap kaum Ad? (yaitu) penduduk Iram yang mempunyai bangunan-bangunan yang tinggi.” ( Al-Fajr : 6-7)

Maksudnya adalah kaum ‘Aad Iram. Kaum ini adalah kaum ‘Aad yang pertama, sedangkan kaum ‘Aad yang kedua maka mereka adalah yang terakhir. Kaum ‘Aad hidup berkelompok-kelompok seperti qabilah dan mereka mempunyai keahlian membina bangunan yang tinggi-tinggi seperti baru saja disebutkan tadi dalam firman Allah Ta’ala.

Sebagian ulama dan ahli sejarah mengatakan Nabi Hud a.s. adalah orang pertama yang berbicara dengan bahasa Arab. Wahb bin Munabbih menyebutkan bahawa ayahnya Nabi Hud yang pertama kali berbicara dengan bahasa Arab. Sebahagian mereka berkata bahwa Nabi Nuh-lah yang pertama kali berbicara dengan bahasa Arab, sementara yang lainnya berkata bahwa ia adalah Adam. wllahu a’lam.

Diriwayatkan bahwa bangsa Arab sebelum Isma’il adalah bangsa Arab Aribah, mereka merupakan suatu qabilah yang besar diantara mereka adalah ‘Aad, Tsamud, Jurhum, Thasm, Jadis, Umaim, Madyan, Imlaq, Abil, Jasim, Qaththan dan lainnya.

Dalam Sahih Ibnu Hibban diriwayatkan dari sahabat Abu Dzar r.a. dalam sebuah hadith yang panjang setelah menyebutkan kisah para Nabi dan Rasul maka Rasulullah saw bersabda yang maksudnya “…Dari mereka terdapat 4 orang Arab yaitu Hud, Solih, Syu’aib dan Nabi kamu wahai Abu Dzar.” (Sahih Ibnu Hibban)

Nabi Hud a.s. Diutus Allah kepada Kaum ‘Aad

Kaum ‘Aad adalah kaum yang derhaka kepada Allah Ta’ala dengan menjadi kaum yang pertama kali menyembah berhala setelah peristiwa banjir besar dan musnahnya umat manusia yang kafir. Berhala mereka ada tiga yaitu Shad, Shamuda dan Hara. Oleh kerana itu maka Allah Ta’ala mengutus saudara mereka Hud a.s.untuk mengembalikan mereka kepada aqidah tauhid yang bersih dari syirik.

Allah Ta’ala berfirman :

وَإِلَى عَادٍ أَخَاهُمْ هُودًا قَالَ يَا قَوْمِ اعْبُدُوا اللَّهَ مَا لَكُمْ مِنْ إِلَهٍ غَيْرُهُ أَفَلا تَتَّقُونَ

Artinya : “Dan (Kami telah mengutus) kepada kaum ‘Aad saudara mereka, Hud. Ia berkata: “Hai kaumku, sembahlah Allah, sekali-kali tidak ada Tuhan bagimu selain-Nya. Maka mengapa kamu tidak bertakwa kepada-Nya?” ( Al-A’raaf : 65)
Mereka adalah bangsa Arab yang keras tabiat, kafir, angkuh dan menyembah berhala.

Kemudian Nabi Hud menyeru mereka untuk kembali ke jalan Allah Azza wa Jalla, mengesakanNya dengan melaksanakan ibadah secara ikhlas kepadaNya akan tetapi mereka mendustakan baginda dan menentangnya dan mengejeknya.

Allah Ta’ala berfirman :

قَالَ الْمَلأ الَّذِينَ كَفَرُوا مِنْ قَوْمِهِ إِنَّا لَنَرَاكَ فِي سَفَاهَةٍ وَإِنَّا لَنَظُنُّكَ مِنَ الْكَاذِبِينَ

Artinya : “Pemuka-pemuka yang kafir dari kaumnya berkata: “Sesungguhnya kami benar-benar memandang kamu dalam keadaan kurang akal dan sesungguhnya kami menganggap kamu termasuk orang-orang yang berdusta”. (Al-A’raaf : 66)

Maksudnya adalah perkara yang beliau serukan kepada kaumnya untuk diikuti adalah sebuah kedustaan terhadap kegiatan penyembahan berhala yang telah berlangsung selama ini yang mana kaum yang derhaka tersebut mengharapkan kemenangan, rezki hanya dari berhala-berhala tersebut.

Nabi Hud berkata seperti difirmankan Allah Ta’ala :

قَالَ يَا قَوْمِ لَيْسَ بِي سَفَاهَةٌ وَلَكِنِّي رَسُولٌ مِنْ رَبِّ الْعَالَمِينَ أُبَلِّغُكُمْ رِسَالاتِ رَبِّي وَأَنَا لَكُمْ نَاصِحٌ أَمِينٌ

Artinya : “Hud berkata: “Hai kaumku, tidak ada padaku kekurangan akal sedikit pun, tetapi aku ini adalah utusan dari Tuhan semesta alam. Aku menyampaikan amanat Tuhanku kepadamu dan aku hanyalah pemberi nasihat yang terpercaya bagimu”. (Al-A’raaf : 67-68)

Maksudnya adalah perkara ini bukan kedustaan seperti yang dianggap olih kaumnya. Nabi Hud telah berusaha menyampaikan dengan bahasa yang jelas, fasih dan sederhana. Ini merupakan berkah dan nasehat bagi kaumnya dan kasih sayang baginda kepada mereka serta baginda sangat ingin kaumnya menuju jalan hidayah. Baginda tidak pernah meminta upah atau balasan tetapi baginda melaksanakan dakwahnya dengan penuh keikhlasan demi mencari ridha Allah.

Kaum ‘Aad berkata kepada Nabi Hud :

قَالُوا يَا هُودُ مَا جِئْتَنَا بِبَيِّنَةٍ وَمَا نَحْنُ بِتَارِكِي آلِهَتِنَا عَنْ قَوْلِكَ وَمَا نَحْنُ لَكَ بِمُؤْمِنِينَ إِنْ نَقُولُ إِلا اعْتَرَاكَ بَعْضُ آلِهَتِنَا بِسُوءٍ قَالَ إِنِّي أُشْهِدُ اللَّهَ وَاشْهَدُوا أَنِّي بَرِيءٌ مِمَّا تُشْرِكُونَ مِن دُونِهِ فَكِيدُونِي جَمِيعًا ثُمَّ لاَ تُنظِرُونِ

Artinya : “Hai Hud, kamu tidak mendatangkan kepada kami suatu bukti yang nyata dan kami sekali-kali tidak akan meninggalkan sembahan-sembahan kami karena perkataanmu dan kami sekali-kali tidak akan mempercayai kamu. Kami tidak mengatakan melainkan bahawa sebahagian sembahan kami telah menimpakan penyakit gila atas dirimu.” Hud menjawab, “Sesungguhnya aku jadikan Allah sebagai saksiku dan saksikanlah olehmu sekelian bahawa sesungguhnya aku berlepas diri dari apa yang kamu sekutukan dari selain-Nya. Sebab itu jalankanlah tipu dayamu semuanya terhadapku dan janganlah kamu memberi tangguh kepadaku.” (Hud : 53-55)

Ini merupakan tentangan balik dari Nabi Hud untuk kaumnya dan pernyataan bara’ (berlepas diri) dari sembahan mereka dan menjelaskan kepada kaumnya bahwa sembahan mereka tidak dapat memberikan menafaat dan mudharat, mereka adalah benda-benda mati yang tak berdaya apa-apa.

Dan Nabi Hud berkata seperti dalam firman Allah :

إِنِّي تَوَكَّلْتُ عَلَى اللَّهِ رَبِّي وَرَبِّكُمْ مَا مِنْ دَابَّةٍ إِلا هُوَ آخِذٌ بِنَاصِيَتِهَا إِنَّ رَبِّي عَلَى صِرَاطٍ مُسْتَقِيمٍ

Artinya : “Sesungguhnya aku bertawakal kepada Allah Tuhanku dan Tuhanmu. Tidak ada suatu binatang melata pun melainkan Dia-lah yang memegang ubun-ubunnya. Sesungguhnya Tuhanku di atas jalan yang lurus.” ( Hud : 56)

Ini adalah bukti yang kuat bahwa Nabi Hud adalah hamba dan utusan Allah yang diutus untuk menyampaikan kalimat yang benar namun kaumnya tetap dalam kebodohan dan kesesatan, mereka tidak mau mengakui Allah sebagai Tuhan mereka walau apa pun usaha Nabi Hud untuk menyedarkan mereka.

Kaum ‘Aad Meminta Disegerakan Azab

Akhirnya apa yang terjadi pada kaum Nuh pun berulang pada kaum ‘Aad, mereka meminta disegerakan azab kerana mereka mendustakan bahawa Nabi Hud adalah utusan Allah. Mereka tidak mempercayai bahwa azab itu adalah benar kerana mereka memang tidak beriman kepada Allah. Mereka menyangka Nabi Hud adalah seorang pendusta padahal sebaliknya, merekalah sebenarnya pendusta. Mereka berkata seperti difirmankan Allah :

قَالُوا أَجِئْتَنَا لِنَعْبُدَ اللَّهَ وَحْدَهُ وَنَذَرَ مَا كَانَ يَعْبُدُ آبَاؤُنَا فَأْتِنَا بِمَا تَعِدُنَا إِنْ كُنْتَ مِنَ الصَّادِقِينَ

Artinya : “Mereka berkata: “Apakah kamu datang kepada kami agar kami hanya menyembah Allah saja dan meninggalkan apa yang biasa disembah oleh bapak-bapak kami? Maka datangkanlah azab yang kamu ancamkan kepada kami jika kamu termasuk orang-orang yang benar”.(Al-A’raaf : 70)
Mereka juga berkata :

قَالُوا سَوَاءٌ عَلَيْنَا أَوَعَظْتَ أَمْ لَمْ تَكُنْ مِنَ الْوَاعِظِينَ إِنْ هَذَا إِلا خُلُقُ الأوَّلِينَ وَمَا نَحْنُ بِمُعَذَّبِينَ

Artinya : “Mereka menjawab: “Adalah sama saja bagi kami apakah kamu memberi nasihat atau tidak memberi nasihat, (agama kami) ini tidak lain hanyalah adat kebiasaan orang dahulu, dan kami sekali-kali tidak akan di azab”. (Asy-Syu’ara : 136-138)

Nabi Hud sedih mendengar perkataan kaumnya yang bodoh itu. Nabi Hud berdo’a kepada Allah :

قَالَ رَبِّ انْصُرْنِي بِمَا كَذَّبُونِ قَالَ عَمَّا قَلِيلٍ لَيُصْبِحُنَّ نَادِمِينَ فَأَخَذَتْهُمُ الصَّيْحَةُ بِالْحَقِّ فَجَعَلْنَاهُمْ غُثَاءً فَبُعْدًا لِلْقَوْمِ الظَّالِمِينَ

Artinya : “Ya Tuhanku, tolonglah aku kerana mereka telah mendustakanku.” Allah berfirman: “Dalam sedikit waktu lagi pasti mereka akan menjadi orang-orang yang menyesal.” Maka dimusnahkanlah mereka oleh satu suara yang menempik dengan hak dan Kami jadikan mereka (sebagai) sampah banjir maka kebinasaanlah bagi orang-orang yang zalim itu.” (Al-Mu’minuun : 39-41)

Imam Ibnu Kathir berkata : Para ahli tafsir menyebutkan bahawa ketika kaum ‘Aad meminta disegerakan adzab, Allah Ta’ala memulakan dengan menahan hujan selama 3 tahun, kemudian mereka meminta jalan keluar kepada Allah di Bait dan Haram mereka yang mana tempat itu terkenal di kalangan penduduk zaman itu. Di dalamnya terdapat bangsa Amaliq keturunan dari Imlaq bin Lawadz bin Sam bin Nuh, pemimpin mereka masa itu adalah Mu’awiyyah bin Bakr, ibunya berasal dari kaum ‘Aad, namanya Jalhadah binti Al-Khaibari. Kaum ‘Aad mengutus delegasi berjumlah sekitar 70 orang untuk mengambil air. Kemudian mereka melewati Mu’awiyyah di daerah Makkah, lalu mereka singgah selama sebulan di tempatnya untuk meminum khamr dan memberikannya pada Mu’awiyyah.

Setelah selesai mengunjungi Mu’awiyyah, maka mereka segera bergerak ke Al-Haram dan berdoa untuk kaumnya. Kemudian salah seorang pemuka agama yang bernama Qail bin Anaz berdo’a untuk mereka. Maka Allah mengirimkan tiga awan yaitu putih, merah dan hitam kemudian mereka diseru dari langit, “Pilihlah untukmu dan kaummu dari awan ini. Qail menjawab, “Aku memilih yang berwarna hitam.” Qail menyangka bahwa awan hitam adalah awan yang membawa hujan untuk mereka.

Kemudian Allah mengirimkan awan hitam yang telah dipilih Qail kepada kaum ‘Aad, hingga awan itu keluar di sebuah lembah yang dinamakan Al-Mughits. Penduduk kaum ‘Aad melihatnya dan mereka bergembira mereka berkata, “Inilah hujan untuk kami!”.

Allah Ta’ala berfirman :

فَلَمَّا رَأَوْهُ عَارِضًا مُسْتَقْبِلَ أَوْدِيَتِهِمْ قَالُوا هَذَا عَارِضٌ مُمْطِرُنَا بَلْ هُوَ مَا اسْتَعْجَلْتُمْ بِهِ رِيحٌ فِيهَا عَذَابٌ أَلِيمٌ تُدَمِّرُ كُلَّ شَيْءٍ بِأَمْرِ رَبِّهَا فَأَصْبَحُوا لا يُرَى إِلا مَسَاكِنُهُمْ كَذَلِكَ نَجْزِي الْقَوْمَ الْمُجْرِمِينَ
Artinya : “Maka tatkala mereka melihat azab itu berupa awan yang menuju ke lembah-lembah mereka, berkatalah mereka: “Inilah awan yang akan menurunkan hujan kepada kami”. (Bukan)! bahkan itulah azab yang kamu minta supaya datang dengan segera (yaitu) angin yang mengandung azab yang pedih yang menghancurkan segala sesuatu dengan perintah Tuhannya, maka jadilah mereka tidak ada kelihatan lagi kecuali (bekas-bekas) tempat tinggal mereka. Demikianlah Kami memberi balasan kepada kaum yang berdosa.” (Al-Ahqaf : 24-25)

Orang pertama dari kaum ‘Aad yang melihat kalau awan itu adalah angin yang menghancurkan adalah seorang wanita bernama Mahd. Ketika dia melihatnya, dia pun berteriak dan jatuh pingsan. Ketikatelah siuman, kaumnya bertanya padanya, “Apa yang kau lihat wahai Mahd?” Dia menjawab, “Aku melihat awan hitam bagai api dari neraka, di depannya ada seorang lelaki yang menuntunnya!”

Lalu Allah Ta’ala menggerakkan awan hitam tersebut tujuh hari berturut-turut mengepung mereka. Tidak ada seorangpun yang dibiarkan hidup di dalam desa kaum ‘Aad, sementara Nabi Hud a.s. dan orang-orang yang telah beriman terlebih dahulu sudah pergi dari kaumnya, mengasingkan diri dan menghindarkan diri dari azab dan siksa Allah yang pedih.
Kisah yang serupa diriwayatkan oleh Imam Ahmad dalam Musnadnya dari hadith Al-Harith bin Yazid Al-Bakri mengenai seorang wanita tua dari Bani Tamim.

Ibnu Mas’ud dan Ibnu ‘Abbas r.a.serta lebih dari satu imam para tabi’in berkata angin tersebut sejuk dan sangat kencang.

Firman Allah Ta’ala :

وَأَمَّا عَادٌ فَأُهْلِكُوا بِرِيحٍ صَرْصَرٍ عَاتِيَةٍ سَخَّرَهَا عَلَيْهِمْ سَبْعَ لَيَالٍ وَثَمَانِيَةَ أَيَّامٍ حُسُومًا فَتَرَى الْقَوْمَ فِيهَا صَرْعَى كَأَنَّهُمْ أَعْجَازُ نَخْلٍ خَاوِيَةٍ

Artinya : “Adapun kaum ‘Ad maka mereka telah dibinasakan dengan angin yang sangat sejuk lagi amat kencang, yang Allah menimpakan angin itu kepada mereka selama tujuh malam dan delapan hari terus menerus; maka kamu lihat kaum ‘Ad pada waktu itu mati bergelimpangan seakan-akan mereka tunggul-tunggul pohon kurma yang telah kosong .” (Al-Haqqah : 6-7)

Allah menyerupakan kaum itu dengan tunggul pohon kurma yang tidak memiliki kepala karena angin waktu itu mendatangi mereka dan mengangkat mereka ke atas dengan kencangnya lalu memutar kepala-kepala mereka hingga putus dan yang tersisa hanyalah jasad tanpa kepala. Beberapa dari mereka ada yang lari ke gua-gua dan gunung-gunung kerana rumah-rumah mereka telah hancur. Kemudian Allah mengutus angin Al-Aqim, yaitu angin panas yang disertai nyalaan api di belakangnya. Kaum ‘Aad yang tersisa menyangka angin inilah yang akan menyelamatkan mereka. Padahal angin ini mengumpulkan mereka semua dalam pusaran hawa dingin dan panas yang sangat membinasakan. Inilah azab angin terdahsyat dalam sejarah yang pernah terjadi di muka bumi disertai dengan teriakan-teriakan yang amat memilukan dari kaum ‘Aad. Inilah azab yang mereka minta untuk disegerakan kedatangannya. Na’udzubillahi min dzalik.

Riwayat juga menyebutkan bahwa Nabi Hud dimakamkan di negeri Yaman dari riwayat ‘Ali bin Abi Thalib. Riwayat lain menyebutkan kuburnya berada di Damaskus, di masjidnya terdapat tempat yang banyak dikira orang-orang bahawa itu merupakan makam Nabi Hud a.s.
Wallahua’lam

Sumber : Al-Bidayah wa An-Nihayah

Kredit FB Azhar Idrus Original

Catat Ulasan

0Ulasan

Catat Ulasan (0)